Judul: Forgetting Not Forgotten

Penulis: Wiwi Suyanti

Penerbit: Elex Media Komputindo

Rating: 4.85/ 5 🌟

Blurb

Seb Januardi nyaris memiliki segalanya. Tampan, mapan, berkuasa. Hanya dengan menyebut nama belakangnya saja, ia bisa mendapatkan apa pun yang ia mau. Kemudian hidupnya berubah drastis ketika takdir mempertemukannya dengan sosok gadis berusia sepuluh tahun lebih muda darinya di dalam sebuah bus tua. Cantik, misterius, dan seolah tahu cara melumpuhkannya dengan telak.

Bersama gadis itu, jatuh cinta sedalam-dalamnya adalah hal termudah yang bisa Sebastian rasakan. Dan melupakannya, adalah hal tersulit yang takkan pernah bisa ia lakukan.

Lalu, ketika sosok itu benar-benar pergi, mampukan ia menjalani kehidupannya seperti semula?

***

“Aku punya firasat kita akan menjadi akrab.”

“Hati-hati,” gadis itu tersenyum tipis. “Kalau terlalu akrab, elo bisa ketagihan.”

***

Pernahkah kamu melakukan sesuatu di luar zona nyamanmu hanya berbekal kenekatan tanpa pikir panjang yang justru mengubah hidupmu?

Itulah bagaimana Seb dengan dunianya yang 'teratur' menemukan Serra. Kecelakaan yang mengakibatkan tunangannya luka parah, ia sendiri sedikit terluka, dan merusakkan mobilnya membuat Seb tanpa pikir panjang menaiki sebuah bus yang melintas di depan rumah sakit. Siapa sangka di sana ia bertemu Serra. Awalnya ia mengira Serra adalah gadis remaja biasa, sampai ia menemukan selera musik gadis itu berbeda. Dan siapa sangka juga, jika  percakapan mereka yang sebentar membuat Seb ingin bertemu gadis itu lagi dan lagi. Dan di sinilah, titik balik kehidupannya di mulai.

Penokohan

Seb, dengan dunianya yang tertatur dan  Serra yang bukan remaja biasa adalah kombinasi terbaik yang saya temui saat ini. Serra bisa membuat Seb keluar dari zona nyamannya dan mengurangi mimpi buruk pria itu dengan peduli, bukan mengasihani. Sifat Serra yang tegar bisa mengimbangi Seb yang kaku. Serra bukan tipe tokoh wanita yang menye-menye. Perjalan hidupnya yang tidak bisa dibilang mulus di usia semuda itu membuatnya menjadi pribadi yang mandiri dan berkarakter. Dengan kata lain tipe tokoh wanita yang saya sukai, hampir semuanya ada pada Serra.

Sementara Seb, dengan segala mimpi buruknya, tetap bisa menjadi seorang yang manis di sela-sela sifatnya yang dominan. Saya suka penggambaran tokoh Seb yang lugas dalam menyampaikan apapun. Kak Wiwi berhasil membuat tokoh pria yang prioritas utamanya adalah pekerjaan, dengan background masa lalu yang kelam, 'dominan',  doesn't-take-no-as-an-answer, dan yah, tipe bad boy yang sulit saya tolak. Meskipun saya ingin Seb lebih bisa 'melindungi' Serra. Tapi di sisi lain saya juga ingin Serra menyelesaikan masalahnya sendiri.

Setting

Setting yang diambil di novel ini adalah Indonesia, sementara di bagian terakhir, kita akan di ajak menyeberang ke salah satu negara di Eropa. Penggambaran setting cukup jelas meskipun tidak terlalu mendetail, seperti di rumah sakit, apartment Serra, penthouse Seb, sekolah, dan caffe. Tapi sudah cukup untuk membawa pembaca masuk ke dalan cerita. Di tambah lagi bahasa yang digunakan khas. Bukan bahasa sastra tingkat tinggi. Tapi 'elegan' untuk novel dengan label 'city lite'. Tidak ada kata non baku/formal pada narasi, sementara ada kalimat-kalimat dengan bahasa santai pada dialog, yang kebanyakan digunakan oleh Serra dan teman-temannya.

Sudut Pandang

FnF ceritakan melalui sudut pandang orang ketiga terbatas pada tiap scene. Saya sangat suka dengan penggunaan PoV ini, karena seperti yang sering saya katakan, hal-hal yang misterius akan tetap seperti itu sampi waktunya tiba. Selain itu, penggunaan sudut pandang ini lebih mudah untuk menghindarkan pembaca dari salah pemahanam sudut pandang siapa yang digunakan. Meskipun ada ketidak konsistenan di satu-dua bagian di mana, dari PoV Serra, terselip pemikiran Seb, tapi tidak berpengaruh banyak pada jalan cerita.

Alur

Penulis menggunakan alur lambat, tetapi terkesan santai. Pengolahan time jump sangat baik dan mulus, sampai ada bagian di mana saya tidak sadar kalau di sana ada time jump.

Mengikuti perjalanan Seb dan Serra adalah pengalaman yang menyenangkan sekaligus menegangkan—mendebarkan. Ada banyak hal yang memainkan emosi saya. Kekompleksan cerita dan bahasa khas yang dibawakan penulis, membuat novel ini memiliki tempat khusus di hati saya, yang pasti susah dilupakan.

Yang menjadi alasan awal saya sangat ingin membaca novel ini adalah perbedaan usia dua tokoh utama—saya suka dengan tema-tema seperti ini. Lalu saat menemukan latar belakang 'kelam' yang menyelimuti tokoh-tokohnya, saya jadi ragu. Kenapa? Karena sejak membaca karya Beth Kery dengan background serupa saya jadi kecanduan cerita dg latar belakang tokoh seperti ini, yang akhirnya, saya selalu memiliki ekspektasi terlalu tinggi pada bacaan sejenis ini. Tapi, novel ini dibawakan dengan sebegitu apik dan melebihi harapan saya.

Konflik yang disuguhkah pun, jauh dari apa yang semula saya kira. Jika awalnya, saya berpikir masalah utamanya adalah perbedaan usia Seb dan Serra, yang akan berujung pada, "Aku terlalu tua untukmu, kamu terlalu muda untukku." atau Seb yang sangat ingin memiliki Serra dan merebutnya dari seseorang, atau Serra yang dihujat karena merebut Seb dari tunangannya, maka saya salah besar. Hal-hal tersebut hanya bagian dari cabang pohon yang menjadi masalah utama. Itulah kenapa saya menyebut cerita ini sangat kompleks. Konflik yang ada sukses membuat pembaca memutar otak dan sangat menguras emosi.

Jika ditanya apa yang kurang dari novel ini, jawabannya adalah halamannya. Walaupun eksekusinya mantap dan sangat pintar, saya ingin mencak-mencak karena tidak mau ditinggalkan seperti 'ini'. Oke, saya suka dengan endingnya. Tapi entah kenapa saya rasa novel ini harusnya masih ada kelanjutanya.

Terlepas dari itu, yang jelas, novel ini recommended banget bagi kamu yang suka dengan cerita-cerita kompleks dan ya, konfliknya berat. Jangan lupa siapkan tisu atau bajumu akan jadi korban. Oh, dan satu lagi. Novel ini berlabel dewasa 18+. Meskipun tidak ada adegan yang terlalu 'explicit' seperti pada novel luar kebanyakan, saya harap kamu mau mematuhi batasan usianya yaa.